Beranda Berita InSari Dukung Permendikbud Pencegahan Kekerasan Seksual

InSari Dukung Permendikbud Pencegahan Kekerasan Seksual

284
0

Institut Sarinah (InSari) mendukung penuh gagasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang akan membuat Permendikbud terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.

Ketua Institut Sarinah Eva Kusuma Sundari mengatakan bahwa aktivis perempuan yang mendampingi langsung para korban kekerasan seksual di beberapa perguruan tinggi telah menunggu pemikiran tersebut.

Politikus PDI Perjuangan ini mengemukakan hal itu ketika merespons pernyataan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Prof. Ir. Nizam, M.Sc., D.I.C., Ph.D. dalam web seminar (webinar)

Pemikiran Dirjen Dikti Prof. Nizam dalam webinar yang diselenggarakan oleh Maju Perempuan Indonesia (MPI) itu, lanjut Eva K. Sundari, telah lama ditunggu para aktivis perempuan yang giat merespons maraknya laporan para korban yang berbagi nasib buruknya di media sosial.

Terdapat beberapa usul yang akan menjadi pertimbangan permendikbud yakni Kemendikbud sepatutnya menciptakan momentum untuk memastikan agar setiap perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta menunjukkan komitmen politik mengintegrasikan prinsip inklusivitas agar memungkinkan menciptakan kesetaraan gender dalam PT/PTS.

“Komitmen ini harus eksplisit dimuat dalam statuta PT, visi dan misi, renstra, hingga Kode Etik PT maupun dalam kebijakan-kebijakan operasional di masing-masing unit organisasi di kampus,” tutur Eva K. Sundari yang juga anggota Fraksi PDIP DPR RI periode 2014—2019.

Usulan kedua, lanjut dia, karena PTN/PTS adalah lembaga pembentukan karakter generasi penerus bangsa, permendikbud harus komprehensif, meliputi wilayah hulu (pencegahan) maupun hilir (penanganan).

Di hulu, mengintegrasikan konsep kesetaraan gender dalam kurikulum pendidikan, pembekalan, dan pelatihan mahasiswa dan dosen, penilaian serta evaluasi kinerja organisasi maupun staff atau dosen.

Di wilayah hilir, prinsipnya adalah melakukan hal yang terbaik bagi korban dengan memenuhi hak korban kekerasan seperti hak pemulihan fisik, mental, keberlanjutan akademis, hingga hak atas keadilan dan kepastian hukum.

Ia mengatakan bahwa PTN/PTS harus bersedia membuka diri untuk kerja sama dengan aktivis LSM, asosiasi sukarelawan pekerja sosial, pendamping korban, hingga nota kesepahaman (MoU) dengan polres setempat untuk proses hukum tindak pidana tersebut.

Bagi PTN/PTN, menurut Eva, sepatutnya memobilisasi dan mengintegrasikan semua sumber daya internal kampus untuk memfasilitasi korban, misalnya klinik kesehatan, LBH kampus, bantuan dari dosen-dosen psikologi dan hukum.

“Dalam kaitan ini, PT juga harus menghormati hak korban untuk menggugat PT jika menolak menindaklanjuti atau mengabaikan pemenuhan hak-hak korban,” kata Eva.

Usulan ketiga, sepatutnya Kemendikbud menyertakan KPPA dan bekerjasama dengan Asosiasi Studi Wanita dan Gender Indonesia (ASWGI) yang berbasis di PTN/PTS. Lalu menjalin kerja sama dengan Komnas Perempuan maupun dengan LSM yang berkopeten untuk mempersiapkan rancangan permendikbud sebaik mungkin.

“Selanjutnya, rancangan final sebaiknya dikonsultasikan ke Forum Rektor,” ucap Eva K. Sundari.

Seperti yang diketahui, Institut Sarinah akan berpartisipasi aktif melalui berbagai mekanisme untuk memastikan percepatan pembuatan permendikbud agar segera terwujud dan berharap ada kebijakan sejenis untuk sekolah dasar hingga menengah sebagaimana diatur dalam UU Otonomi Daerah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here