Beranda Berita Belajar Dari China, Budiman: China Berlari, Indonesia Masih Saja Bermimpi

Belajar Dari China, Budiman: China Berlari, Indonesia Masih Saja Bermimpi

1152
0

Hanya 25 tahun sejak reformasi Deng, China terus melesat maju bahkan sudah sejajar dengan Amerika Serikat dari segi kemakmuran. Baik dari ilmu pengetahuan dan teknologi, China sudah berhasil melampaui barat. Seharusnya, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengikuti kemajuan tersebut jika kita mau belajar dari negara tirai bambu tersebut. Itulah yang dikatakan politisi PDIP, Budiman Sudjatmiko melalui rilis tertulis hari ini (14/03).

“Ini terbukti dalam periode 10 tahun terakhir 60% lebih jumlah paten dunia berasal dari China. Mengapa? Karena negara berperan efektif, fokus dan profesional,” ungkapnya.

Budiman mengatakan, beberapa kunci keberhasilan China berhasil maju karena mereka mengedepankan track record saat memilih para pejabat, termasuk Presiden dan Kepala Daerah.

“Seluruh pejabat dan presiden adalah karir profesional. Presiden diseleksi berdasar track record kerja dipemerintahan selama 30 tahun lebih. Jadi tidak berdasarkan partai politik tetspi karir profesional,” ujar Budiman.

“Para wakil rakyat yg jumlahnya lebih dari 1000 orang dipilih dan merupakan perwakilan daerah dalam proses pemilihan yg sederhana,” tambahnya.

Pria yang dikenal sebagai mantan aktivis reformasi 98 itu juga menekankan bahwa China tidak memerlukan ongkos politik yang besar untuk Pemilu, sementara di Indonesia harus mengeluarkan biaya Rp 40 Trilyun untuk Pemilu.

“Padahal (biaya tersebut) hanya untuk memilih seorang presiden dan wakil serta 500 wakil rakyat. Biaya yg sama cukup untuk biayai pembangunan Trans Sumatra,” tandasnya.

Dalam segi hukum, lanjut Budiman, China juga sangat sederhana dan murah. Beberapa kejahatan berat seperti mencuri dengan kekerasan dan korupsi diatas Rp 1 Miliar dihukum mati.

“Mencuri ringan tanpa kekerasan, hukumannya kerja paksa, korupsi dibawah Rp 1 Miliar kerja paksa, kejahatan sosial seperti PSK, berjudi secara ilegal, berdagang ditempat terlarang, hukumannya kerja paksa,” ungkapnya.

Dengan sistem hukum demikian, kata Budiman, proses peradilan di China juga sederhana dan murah. Makanya China tidak butuh banyak pengacara dan penjara untuk menampung para napi.

“Bayangkan jika 1,3 miliar penduduk menerapkan hukum seperti Indonesia, berapa banyak penjara harus disediakan dan pengacara harus dibiayai negara,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Budiman, kerja paksa selalu diarahkan negara untuk menyelesaikan proyek-proyek pembangunan, misalnya pembuatan jalan, saluran air dan sebagainya. Sehingga para tahanan dipekerjakan secara produktif untuk pembangunan negara.

Dari segi pembiayaan, China juga sangat memudahkan rakyatnya untuk peminjaman. Semua orang bisa pinjam uang ke bank tanpa jaminan karena semua asset milik negara dengan bunga yang sangat murah sekitar 3% per tahun dan 0% jika di investasikan di luar negeri. Sementara di Indonesia, kata Budiman, semua bank milik negara jadi menunggak hutang akibat korupsi.

“Apabila dagangan tidak laku karena pemerintah salah menempatkan, maka kerugian di tanggung negara tapi kalau kerugian karena malas, maka di black list untuk berdagang, di China tidak ada tempat untuk orang malas,” ujarnya.

China juga sangat terbuka dengan semua agama, namun rakyat dilarang mengorganisir orang banyak untuk kepentingan politik atas nama agama. Budiman mengatakan, pengalaman berbangsa beribu-ribu tahun mengajarkan kepada mereka bahwa hidup damai itu adalah berkah yang luar biasa dan bukan pemberian gratis tapi harus diperjuangkan.

“Kehidupan masyarakat yang damai, politik yg stabil, hukum yg tegas tapi sederhana dan murah serta akses kredit perbankan yg terbuka bagi semua orang, menggerakkan seluruh rakyat China untuk fokus membangun. Enerji pembangunan dari 1.3 M rakyat inilah yang membuat China terus berlari,” tegasnya.

“Bagaimana dengan Indonesia? Terus sibuk berpolitik dan rakyatpun dibuai berbagai janji-janji yang membuat mereka sibuk bermimpi. Sebagian rakyat Indonesia di buat mabok agama, diancam neraka dan di iming-iming surga, jadi lupa berkarya,” ucapnya.

Budiman pun menutup pernyataannya dengan pepatah dari Deng Xiao Ping yang mengatakan, “Tidak perduli warna bulu kucing hitam atau putih, asal bisa menangkap tikus,”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here